![]() |
Pasangan Cagub DKI, Alex Noerdin dan Nono Sampono |
Sebut saja nama-nama pasangan calon yang siap maju bertarung
yaitu pasangan Alex Noerdin-Nono Sampurno, Joko Widodo (Jokowi)-Budi Purnama
(Ahok), Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli, Hidayat Nur Wahid-Didik Rachbini,
serta dua calon dari jalur independen seperti Faisal Basri-Biem Benyamin dan
Hendardji Soepandji-Riza Patria. Dengan semakin banyak calon yang maju, maka
Pilkada DKI jelas akan menawarkan sesuatu yang meriah dan kompetitif.
Masyarakat DKI pun memiliki banyak pilihan.
Banyaknya calon dengan nama-nama besar tersebut juga menjadi
indikasi bahwa Pilkada DKI kali ini sangat dimungkinkan akan berjalan dua
putaran. Sebab sangat sulit mendapat suara mutlak dari satu putaran saja. Yang
juga menarik adalah kandidat incumbent memiliki peluang untuk dikalahkan. Ini
juga menjadi taruhan atas kredibilitas KPU sendiri untuk tetap independen
dengan pendekatan fair play. KPU harus realistis dengan tidak sekadar
menyelenggarakan pemilu saja.
Pilkada DKI Jakarta adalah wadah bagi sekitar 7,5 juta warga
untuk memilih figur pemimpin yang diharapkan mampu membawa Ibukota menjadi kota
metropolitan lebih baik, lebih maju, lebih bermartabat, sehingga mampu sejajar
dengan kota-kota besar di dunia. Sebab selama ini Jakarta masih sangat terkesan
kumuh dengan sejumlah jalan utama rusak, kemacetan yang parah serta genangan
air yang sering terjadi jika hujan deras turun, dan fasilitas transportasi yang
belum memadai. Karena itu, figur calon gubernur harus memiliki tiga kriteria
penting. Pertama, orang yang betul-betul paham kompleksitas persoalan Jakarta,
dengan cara melihat yang benar. Artinya, dia punya wawasan tentang masalah
metropolitan, tahu mana letak akar persoalan dan menemukan solusi yang tepat.
Kedua, harus memiliki gaya kepemimpinan yang trengginas
dan problem solver (mampu memecahkan masalah). Bukan pemimpin dengan gaya
birokrat yang rutin sering rapat dan selalu minta tanggung jawab bawahan serta
senang marah-marah. Tapi, ia harus merepresentasikan orang yang memang pantas
jadi pemimpin kota metropolitan. Gaya kepemimpinannya juga harus keras dan
tegas.
Ketiga, figur yang memiliki integritas pribadi dan bisa
dipercaya, ini terkait dengan godaan-godaan yang besar sekali sebagai pejabat
publik termasuk tekanan dari partai politik. Dia harus bisa menyampingkan
kepentingan pribadinya. Karena, uang negara yang akan dikelola, dan menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah itu sangat besar sekali.
Misalnya, untuk tahun 2012, besarnya APBD DKI mencapai Rp
36,2 triliun. Jadi, kalau terpilih menjadi gubernur, tinggal mematangkan
konsep, dan membuat terobosan bagaimana supaya Jakarta ini bisa berubah, dan
mewujudkan menjadi metropolitan yang mencakup sekitarnya (Jabodetabek).
Pemimpin yang layak untuk DKI Jakarta juga harus cerdas
pandai melihat persoalan sekaligus menjadi pendengar yang baik. Calon gubernur
harus mempunyai keinginan kuat untuk mengatasi sumber masalah setelah mendengar
masukan dari masyarakat. Jangan seperti seorang pengamat yang hanya bisa
menjawab pertanyaan sesaat, tapi tidak mampu merealisasikan rekomendasi untuk
pemecahan jalan keluar terbaik.
Sebagai seorang problem solver, gubernur harus lebih
banyak turun ke tengah masyarakat dan berbaur untuk memahami persoalan yang
ada. Dia juga harus mampu mendelegasikan kewenangan terbatas ke dinas, wali
kota, camat, dan lurah. Namun dia tidak lupa memantau lapangan misalnya,
melihat langsung kondisi jalan rusak, infrastruktur penting yang perlu
dikoordinasikan antarlintas sektoral, agar supaya prasarana dan sarana di
lapangan tetap aman dan nyaman bagi warga Ibukota.
Calon gubernur juga harus menguasai semua peraturan dengan
baik, agar bisa membedakan mana kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah terkait pembangunan infrastruktur. Jadi, jangan hanya mengeluh.
Posting Komentar