Oleh
: Drs. Ma’sum Amrullah al Balani)*
Pendahuluan
Sudah sangat jamak
dipahami oleh seluruh partai politik peserta pemilu ditanah air, kalau
hari-hari ini atau tepatnya dengan memasuki tahun 2012 masing-masing pihak sudah
melakukan kosolidasi dan persiapan diri
untuk menghadapi pesta demokrasi lima tahunan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, baik untuk legeslatif maupun
eksekutif. Tentu, persiapan yang dilakukan oleh masing-masing parpol peserta
pemilu 2014 tidaklah sama dan semudah
yang kita bayangkan, layaknya sebuah perhelatan atau “pesta” seperti pada umumnya. Untuk pesta demokrasi tentulah beda,
sangat kompleks baik dari sisi penanganan, konten maupun objek pestanya itu
sendiri.
Dalam hal perhelatan demokrasi yang ada di
Indonesia saat ini, membutuhkan energi yang
luar biasa, bahkan “maha super”
hampir-hampir tidak terbatas, energi yang dikeluarkan oleh masing-masing
kontestan. Energi yang dimaksud disini
yakni amunisi total (dana, sarana,
konsep, tenaga, waktu, relasi, dan phsykologis) pendek kata, seluruh kemampuan
yang dimiliki oleh masing-masing peserta pemilu baik individu maupun institusi hampir pasti semuanya dikeluarkan demi
harapan dan target yang telah ditetapkan
bahwa aku dan partaiku harus menang. Maka wajar, kalau para
pengamat politik menilai bahwa pesta demokrasi di Indonesia saat ini sangat
tidak efisien dan bahkan pemborosan energi yang luar biasa. Namun dari sisi
lain, hasil capaian yang didapat dari
pesta demokrasi itu tidaklah sebanding dengan cost yang dikeluarkan.
Sikap mental yang tidak efisien itu bisa
dipastikan, dalam momentum 2014 masih dominan mewarnai dan mempengaruhi perilaku partai politik dan kader-kadernya,
lebih khusus lagi yang akan tampil menjadi kandindat (Legislatif maupun Ekskutif). Tidak terkecuali termasuk PPP didalamnya. Dibenak kita, muncul pertanyaan mengapa
harus demikian? Dengan susah payah mengeluarkan energi yang sedemikian besar,
pada hal tingkat elektibilitas dan probabilitas partai dan personalnya belum dapat
jaminan 100% untuk menang. Dalam bahasa guyon/seloroh, antara perjuangan dan perjudian itu sangat
tipis sekat pembatasnya. Jadi tidak heran, kalau dalam pemilu yang akan datang
muncul para spekulator-spekulator dadakan, mengadu nasib menjadi legislator, dan apabila terpilih otomatis
menjadi legeslator dadakan pula. Ironis memang, tapi itulah fakta yang ada
di dalam bangunan demokrasi kita hari ini.
Bagaimana
Perspektif PPP tentang Pemilu 2014?
Pertanyaan sederhana diatas, mengisyaratkan bagaimana
sesungguhnya PPP melihat Pemilu 2014. Apakah sama dengan pemilu-pemilu
sebelumnya atau berbeda. Karena titik tolak yang dibangun dari pertanyaan ini
adalah bagaimana perspektif PPP?, berangkat dari sudut pandang itu pula nanti
akan tercermin dalam Visi, misi dan kebijakan serta langkah-langkah strategis
yang akan ditempuh dan disiapkan oleh PPP dalam menghadapi Pemilu 2014. Artikel
kecil ini mencoba menelusuri hal-hal yang dipertanyakan dimuka dan kemudian
sedikit memberikan tawaran dan kontribusi serta kesimpulan sebagai core dari tulisan ini.
Sungguh ideal kalau Musykernas 21-23
Februari 2012, PPP hanya fokus pada masalah Pemilu diluar agenda itu lebih merupakan penunjang dan
pelengkap, untuk mendukung dan
mensukseskan pemenangan Pemilu 2014, jadi tema besar Musykernas tahun 2012 adalah
Pemenangan Pemilu. Kalau dihitung dari rentang waktu efektif yang masih
tersisa tidak lebih dari dua tahun untuk melakukan berbagai hal terkait dengan
Pemilu. Hal yang paling krusial di hadapi PPP dalam Pemilu 2014 yaitu masalah Electoral
threshold. Kalau Undang-Undang
Pemilu 2014 meletakkan basis hitungan electoral thresholdnya pada angka 3,5-4,0
% maka bagi PPP itu sudah merupakan pukulan psykologis cukup berat, mengingat
Pemilu 2009 PPP pada aras 5,33 % posisi
ini belum nyaman dan aman dengan angka rencana ET tersebut.
Sejalan dengan itu, Pemilu 2014 bagi PPP tidak ada jaminan adanya trend
kenaikan suara. Sekalipun demikian, optimisme penambahan perolehan suara itu tetap
ada. Tentu kesemua itu, sangat
tergantung kepada seluruh jajaran pengurus Partai bagaimana mensikapi persoalan
krusial tersebut. Pertanyaan lain, bagaimana
kalau sebaliknya sikon yang terjadi malahan
lebih buruk dari hasil sebelumnya atau trend
penurunan lebih signifikan, besarannya sama dengan penurunan hasil Pemilu 2009, dimana selisih perolehan
Pemilu 2004 ( 8,14%) dengan 2009 ( 5,33%) sebesar 2,81 % (lihat tabel perolehan suara dan
kursi) katakanlah PPP di Pemilu 2014 hanya mendapatkan 3,00% dari suara
nasional, maka secara de jure PPP
hilang (delete) dari Peta politik Nasional untuk pemilu 2019. Maka sebelum
semua itu terjadi, wajib PPP melakukan berbagai ikhtiar dan kerja politik yang serius terarah, terprogram, terpadu, tertata rapih, serentak dalam satu komando dan di dukung oleh seluruh element partai baik vertical maupun horisontal.
Perspektif PPP, dalam menghadapi Pemilu 2014 belum menunjukan kejelasan
sikap dan pandangan apa dan bagaimana? jangkauan yang ingin dicapai, strategi apa
yang harus dibangun, berapa besar target nasional yang harus di raih (rasional terukur), serta bagaimana format pemenangan maupun pencapaiannya. Dan
yang terakhir, dari mana sumber dana pendukungnya. Maka, dalam hal ini
kalau PPP ingin mengembalikan kejayaannya, posisi historisnya dan sekaligus diterima
kembali oleh khalayak banyak, maka PPP harus berani tampil beda dalam segala
hal. PPP harus merubah cara pandang, cara tampilan, cara kerja,
cara pengaturan dan cara evaluasi dalam pelaksanaan Pemilu 2014, serta harus
terintegrasi penuh. Pemilu 2014 bagi PPP merupakan pemilu last minute, pemilu
yang riskan, dan sekaligus menghawatirkan, dan pemilu pertaruhan ‘gengsi’ bagi Partai yang memiliki sejarah panjang dalam kanca perpolitikan
nasional
Dengan kondisi seperti itu, mau tidak mau suka
atau tidak suka seluruh komponen (stageholder) partai harus berjibaku,
bahu membahu dan tidak bisa lagi
semata-mata mengharap berkah langit dengan Cuma berpangku tangan, harus bekerja
keras untuk mengamankan posisi PPP dari degradasi sirkuit politik nasional. Karena
itu, diperlukan kebijakan politik yang brilian
dan strategi yang jitu untuk
mengelola lingkungan internal, geo-geostrategis,
dan geo-politiknya yang tepat dan berdaya guna, hal itu akan sangat memudahkan kiprah
partai, serta membuat smooth para pimpinan,
kader, dan simpatisan manakala berhadapan dengan konstituen diakar rumput. Hal ini harus dipahamkan terus-menerus kepada
seluruh jajaran pimpinan dan kader bahwa tantangan PPP pada momentum 2014 lebih
kompleks, lebih berat, dan lebih kompetitif ketimbang dengan situasi 3 kali Pemilu terakhir di era Reformasi.
PEROLEHAN SUARA PPP
DALAM PEMILU*)
Tahun
|
Suara
|
Prosentase
|
Kursi
|
1977
|
18.745.565
|
29,29%
|
99
/ 360
|
1982
|
20.871.800
|
27,78%
|
94 / 364
|
1987
|
13.701.428
|
15,975
|
61
/ 400
|
1992
|
16.624.647
|
14,59%
|
62
/ 400
|
1997
|
25.340.028
|
22,43%
|
89
/ 425
|
1999
|
11.329.905
|
10,71%
|
58
/ 462
|
2004
|
9.248.764
|
8,14%
|
58
/ 550
|
2009
|
5.544.322
|
5,33%
|
39 / 560
|
2014
|
?
|
?
|
?
|
*)
Sumber : Litbang Kompas, diolah dari situs resmi DPP.PPP
Kebijakan dan Program.
Kalau kita lihat tabel diatas,
penurunan suara PPP di tiga Pemilu terakhir kisarannya rata-rata 2,7 % setara
dengan angka ET pemilu 2009, dan itu sudah cukup menjadi sinyal yang signifikan
bagi PPP untuk melanjutkan pertarungan dengan Partai Politik lain dalam
Pemilihan Umum 2014. Dengan data dan fakta diatas pula, kiranya layak kita mempertanyakan
apa
kebijakan dan program PPP ? untuk mendongkrak perolehan suara dan
sekaligus untuk menghindar dari ancaman degradasi sebagai peserta pemilu pada tahun
2019. Paling tidak, PPP harus menyiapkan dua (2) sub tema sebagaimana yang
tertulis diatas, yakni Kebijakan strategis dan Program Pemenangan.
Kebijakan strategis, didalamnya paling
tidak memuat dan meliputi : Regulasi,
strategi pemenangan, Program, Anggaran, dan Konsolidasi Organisasi. Seluruh regulasi yang terkait dengan
meknisme Pemilu yang mendesignnya harus DPP, dalam hal ini BAPILU sebagai corenya dengan kata lain, fungsi utama DPP
lebih ditempatkan sebagai Regulator dan
Delegator. Hal ini dimaksudkan, supaya seluruh proses persiapan dan
pelaksanaan betul-betul terkoordinasi dalam komando yang tunggal, ada kesamaan
langkah dilapangan, ada pengawasan dan evaluasi yang terukur. Pengalaman yang ada, belum terkoordinasi dengan baik antara Pusat,
Wilayah, dan Cabang atau sebaliknya. Dan yang lebih parah lagi belum
berjalannya pengawasan dan evaluasi sebagaimana yang diterapkan dalam
management modern. Faktor lain yang juga menjadi penyebab yakni, minimnya
sosialisasi program dan konsolidasi organisasi atau bahkan tidak berjalan
sesuai dengan skenario yang diharapkan. Sebagai contoh misalnya 2 kali Pemilu
terakhir dapat dikatakan hal-hal tersebut kurang maksimal. Karena itu, regulasi yang diatur oleh DPP
disamping sebagai pengaturan hal-hal strategis, juga sekaligus sebagai perekat
dan penyeragam seluruh komponen pemenangan pemilu di PPP.
Program, pemenangan Pemilu mendatang
harus berbasis kinerja-nyata yang lebih mengedepankan perolehan capaian lapangan bukan sekedar terlaksananya program. Ini
yang harus diproklamirkan di hadapan para pemangku kepentingan pemenangan
pemilu PPP. Diharapkan, program yang terkait dengan pemenangan paling tidak
mencakup beberapa bidang sentuhan yang harus digarap antara lain : a) Pencitraan
partai, yang menitik beratkan pada brand image yakni membangun citra
positif partai dimata masyarakat
disamping melakukan pembinaan dan perluasan jaringan Konstituen, b) Pembinaan dan pemberdayaan SDM, yang berfokus pada aparatur
pelaksana pemilu dan rekruitment tenaga lapangan atau KPP (Kader Penggerak Partai),
c) Sarana dan prasarana pemilu, yang akan berkonsentrasi bagaimana
melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana kampanye yang murah, efisien dan
efektif, d) Penggalian dana, bidang yang satu ini dari pemilu ke pemilu selalu menjadi
perdebatan yang tidak pernah ketemu ujung pangkalnya atau solusinya yang tepat,
diharapkan persoalan dana pemilu sudah menemukan jalan keluar yang cerdas
sebelum hari pelaksanaan, agar program pemenangan pemilu dapat berjalan sesuai
design yang telah ditetapkan partai. Karena, sehebat apapun strategi dan program
pemenangan kalau tidak didukung dengan keberadaan dana yang memadai hampir mustahil
kesemua itu dapat berjalan sesuai rencana,
e) Humas, kita harapkan fokusnya
melakukan penyampaian info maupun pengemasan issue-issue strategis dan
sekaligus bertugas melakukan counter
attack terhadap berita-berita yang
bermuatan black campaign terhadap PPP.
Kalau kelima bidang ini bisa berjalan simultan dan sesuai dengan planningnya,
maka saya berkeyakinan PPP akan mampu menggeser kembali partai-partai pendatang
baru yang tampilannya sok keminter dan
sok suci itu, minimal kembali pada tiga (3) besar nasional.
Dari paparan singkat diatas, kita
mendapatkan gambaran atau guiden tentang
apa yang harus dilakukan oleh PPP untuk menghadapi pesta demokrasi lima tahunan
itu, dari sorotan diatas yang penting PPP
harus bisa melakukan terobosan yang kreatif dan inovatif untuk membesarkan partai. Dan
sudah saatnya pula PPP mentradisikan budaya management modern dengan memberikan
reward
and punishment kepada jajaran partai
khususnya yang terkait dengan pemilu,
agar kedepan ada motivasi dan
kreatifitas dikalangan kader PPP. Untuk tampil lebih segar, menawan dan solid.
Wallahu ‘alam bis shawwaf.@
*)
Wkl. Ketua DPW PPP DIY 2011-2016
Mantan Wkl. Sekjen PP. GMPI 1998-2003
Jatimulyo TR. I/793 B RT. 12/03
Yogyakarta 55242
HP.
0815 7843 9015; 0812 2815 3817
e-mail: mission.amru@yahoo.co.id
e-mail: amru.albalani@gmail.com
Posting Komentar