(JAKARTA, BinaPersatuan) - Setelah beberapa minggu sebelumnya, mereka mementaskan drama rapat paripurna penaikan harga bahan bakar minyak (BBM), drama sejenis dimainkan di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/4).
Dua paripurna itu sama-sama memberikan pesan kuat betapa DPR kian menjauh dari rakyat. DPR selalu serius dan alot dalam proses mengambil keputusan tentang sesuatu yang bersentuhan langsung dengan kepentingan politik mereka. Sementara nasib rakyat tidak diperhatikan.
Penilaian itu dikemukakan peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lusius Karus di Jakarta, Kamis (12/4).
"RUU Pemilu merupakan UU yang akan menentukan nasib parpol pada pemilu 2014. Karena nasib politik menjadi taruhan, DPR tidak mau tergesa-gesa untuk mengesahkan RUU Pemilu tesebut. Salah perhitungan sedikit, bisa-bisa partainya lenyap dari jagad politik pascapemilu," kata Lusius.
Padahal sebagai wakil rakyat, menurut Lusius, anggota DPR juga dituntut untuk mengutamakan kepentingan rakyat. Ketakutan parpol-parpol di DPR untuk kalah bersaing di Pemilu 2014 merupakan dampak dari ketidakmampuan mereka menjalankan amanat rakyat.
"Ketakutan tidak dipilih kembali oleh rakyat merupakan ekspresi kegagalan mereka menjawab tuntutan rakyat selama ini," kata Lusius.
Ia menilai berbagai argumentasi serba politis dengan psikologi penuh ketakutan membuat Rapat Paripurna DPR terkait RUU Pemilu menjadi alot. Padahal kalau mereka serius bekerja untuk rakyat maka ketakutan seperti itu tidak perlu.
"Ketika situasi bangsa dilanda krisis karena bencana alam, rakyat porak poranda ketakutan akan tsunami, DPR di ruangan dingin serius memasang kuda-kuda untuk menyelamatkan diri dan partainya di pemilu mendatang."
Lusius menilai, saat ini kalangan elite partai sibuk menjual dan membeli angka parliamentary treshold (PT) atau ambang batas parlemen, sementara di ruang kehidupan warga di Sumatra sedang terancam.
"Anggota DPR benar-benar sudah tidak peduli dengan rakyatnya," ujarnya.
Sumber: beritasatu.com
Posting Komentar