Ketua Umum DPP PPP
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si
Dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Lahir Partai
Persatuan Pembangunan Ke-39, DPP PPP mengadakan Seminar yang bertema “Urgensi
RUU Miras: Selamatkan Generasi Bangsa”.
Dalam sambutan pembukanya, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali
(SDA) mengatakan, bahwa seminar ini diadakan dalam rangka menyikapi keresahan
umat Islam di berbagai daerah di tanah air terkait persoalan Perda Miras yang
harus dikaji ulang dan dievaluasi oleh Kemendagri karena dinilai tidak sesuai
dengan Keppres No. 3 Tahun 1997.
Padahal, lanjut SDA, Perda Miras itu jelas-jelas dibuat
untuk mengatur, mengendalikan, dan bahkan melarang peredaran miras di daerah
masing-masing agar supaya ketertiban, keamanan dan kedamaian masyarakat bisa
lebih terjamin.
“Ada Sembilan Perda Miras yang setidaknya mengalami nasib
seperti ini, dan telah menimbulkan gejolak penolakan oleh masyarakat luas dan
bahkan oleh Pemda yang mengeluarkan Perda Miras tersebut,” ucap SDA
Dikatakannya, bahwa Kepres Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, sebenarnya sudah tidak relevan
lagi diterapkan sebagai dasar hukum untuk mengatur tentang minuman keras, oleh
karena berdasarkan ketentuan Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, disebutkan jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan terdiri atas : a. UUD 1945; b. Ketetapan MPR; c. UU/Perpu;
d. PP; e. Perpres; f. Perda Provinsi; dan g. Perda Kabupaten/Kota.
“Berdasarkan ketentuan UU ini, sudah tidak dikenal lagi
Kepres sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur
(regeling), tapi masih dibenarkan sepanjang bersifat penetapan (beschikking)
oleh Presiden. Untuk menjawab kerancuan peraturan perundang-undangan inilah,
maka PPP berijtihad untuk melahirkan suatu Undang-undang yang secara khusus
mengatur tentang pelarangan produksi, distribusi dan konsumsi minuman keras di
seluruh Indonesia,” katanya.
SDA juga menambahkan bahwa pemilihan tema Seminar “Urgensi
RUU Miras: Selamatkan Generasi Bangsa” ini
tentu saja memiliki makna sangat penting dan mendasar bagi perjuangan umat
dalam menegakkan nilai-nilai dan ajaran Islam. “Sebagai satu-satunya partai
politik yang konsisten berazaskan Islam, sejak didirikannya 39 tahun yang lalu,
PPP akan selalu berada di garis terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai dan
ajaran Islam tersebut. Apalagi sekarang PPP telah menjadi rumah besar politik
ummat Islam Indonesia, oleh karenanya perjuangan terhadap lahirnya
undang-undang tentang miras ini menjadi sangat penting,” ujarnya.
Sambil mengutip ayat dalam Al Qur’an Surah Al Mai’dah ayat
90 dan 91, SDA menegaskan tentang bahaya meminum khamar (miras) termasuk
perbuatan syaitan, dimana sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian diantara ummat serta menghalanginya untuk mengingat
Allah.
“Peringatan Allah dalam Al Qur’an ini, dapat kita simak
dalam kehidupan sehari-hari, dimana berbagai peristiwa yang disebabkan oleh
minuman keras, diantaranya akhir-akhir ini misalnya dua warga Kediri tewas
akibat miras, pengemudi maut yang menggegerkan masyarakat Jakarta yang
menewaskan 9 orang pejalan kaki, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Menurut SDA, banyak data dan laporan dari berbagai daerah
mengenai dampak negatif akibat konsumsi minuman keras. Polda Sulawesi Utara
melaporkan sekitar 70 % tindak kriminalitas umum di Sulawesi Utara terjadi
akibat mabuk setelah mengkonsumsi miras. “Diperkirakan 65-70% tindak
kriminalitas umum di daerah itu akibat mabuk minuman keras. Selain itu sekitar
15% kecelakaan lalu lintas juga akibat pengaruh minuman keras. Data dan kondisi
daerah-daerah lain berkaitan dengan miras ini bisa jadi juga hampir sama saja
dengan apa yang terjadi di Sulawesi Utara tersebut,” tuturnya.
Untuk itulah PPP berpandangan, tujuan dan kegunaan dari
Undang-undang tentang Miras ini diantaranya adalah : pertama, merumuskan
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan
tersebut.
Kedua, merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai
alasan pembentukan suatu UU sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi
permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Ketiga, merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan UU; dan keempat, merumuskan sasaran yang akan
diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam UU.
Posting Komentar